A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dalam dunia
filsafat secara khusus, melahirkan banyak tokoh-tokoh filsafat muslim yang
banyak bergelut dengan dunia filsafat, kegiatan ilmu pengetahuan mencakup
penerjemahan buku-buku filsafat Yunani yang kemudian dikembangkan tokoh
filosofis muslim. Dengan dasar tersebut dapat dipahami adanya
keterikatan antara filsafat Yunani dan filsafat Islam dalam hubungan pemikiran
demikian pula dengan filsafat modern yang ada.
Misalnya
filosof Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik
terhadap pikirannya. Sehingga banyak teori-teori filosof Yunani diambil oleh
filosof Islam. Kedatangan filosof Islam yang terpengaruh oleh orang-orang
sebelumnya dan berguru pada filosof
Yunani. Bahkan kita hidup pada abad ke-20 ini, banyak berguru pada orang Yunani
dan Romawi, akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan mengutip, sehingga
dapat dikatakan bahwa filsafat Islam hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles
atau lainnya. Akan tetapi Filsafat Islam telah mampu menampung dan
mempertemukan berbagai aliran fikiran.
Para filosof
Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa
yang dialami oleh filosof-filosof lain.
Sehingga lingkungan sangat berpengaruh terhadap pemikiran mereka. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai prinsip
agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
Demikian
pula adanya hubungan dengan fase-fase pemikiran manusia dan tidak dapat
dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam merupakan sumber dari pemikiran
klasik. Perpaduan pikiran tersebut diaktualisasikan dalam system dan gambaran
sendiri dan memberikannya dengan label Islam.
Keunggulan
khusus filsafat Islam dalam masalah pembagian cabangnya adalah mencakup ilmu
kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun falak yang semuanya menjadi cabang
filsafat Islam.
Para ulama
Islam memikirkan suatu jalan filsafat ada yang lebih berani dan lebih pedas
daripada pemikiran mereka yang dikenal dengan nama filosof Islam, dapat
diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan tasauf banyak terdapat pikiran dan
teori-teori yang tidak kalah teliti dari pada filosof-filosof Islam.
Oleh karena
itu al-Razi merupakan filosof Muslim muncul pada abad ke-10 yang menggemparkan
dunia pada masanya dengan falsafat lima kekalnya. Serta kritikannya yang mengatakan
bahwa tidaklah masuk akal bahwa Tuhan mengutus para nabi, karena mereka banyak
melakukan kemudharatan. Setiap bangsa percaya hanya kepada para nabinya, dan
menolak keras yang lain yang mengakibatkan terjadinya banyak peperangan keagamaan dan kebencian antar bangsa yang
memeluk berbagai agama yang berbeda.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaiamana Biografi Al-Razi?
b. Apa sajakah Tulisan atau karya Al-Razi?
c. Bagaimana Pemikiran Filsafat Al-Razi?
3. Tujuan Penulisan
a. Menambah wawasan mahasiswa terhadap
kefilsafatan dunia islam
b. Mampu memahami pemikiran Al-Razi dengan
baik
c. Mampu membedakan beberapa tokoh filsafat
B. BIOGRAFI AR-RAZI
Filsuf muslim terkemuka yang
muncul setelah Al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi.
Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawi, dan pemikir bebas. Dalam
wacana keilmuwan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di
Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik
Islam Iran pada tanggal 1 sya’ban 251-313 H/865-925 M.[1]
Ada beberapa nama tokoh lain
yang juga dipanggil Al-Razi, yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhrudin Al-Razi dan
Najmuddin Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini
dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan
nama kun-yah-nya (gelarnya).
Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang
intan, penukar uang dan pemain kecapi. Kemudian, ia menaruh pengaruh yang besar
terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit
akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Menurut riwayat, ia menguasai
betul musik, baik teori maupun praktik, dan dikatakan sebagai ahli alkemi
(kimia kuno). Sebelum ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.[2]
Sebenarnya
ayahnya berharap agar Al-Razi mengikutinya sebagai pedagang. Oleh karena
[1] Zar Sirajuddin, Filsafat Islam (Filsosof & Filsafatnya),
113.
[2] Ibid, 114.
itu, ayahnya telah membekali diri Al-Razi
dengan ilmu-ilmu perdagangan. Namun, kenyataannya Al-Razi lebih memilih bidang
intelektual daripada pedagang. Hal ini, menurut Abdul Latif Muhammad Al-‘abd,
merupakan indikasi bahwa ia memilih perkara-perkara yang lebih besar ketimbang
hanya mementingkan materi belaka. Akan tetapi, ayahnya tidak pernah
menghalanginya menjadi seorang intelektual. Hal ini juga dapat dijadikan bukti
bahwa ayahnya sangat arif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Al-Razi
terkenal sebagai dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya,
karena itu ia sering memberikan
pengobatan Cuma-Cuma kepada orang-orang miskin. Namun, ungkapan Abdul Latif
Muhammad Al-‘abd terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi tidak
memiliki harta sampai ia meninggal dunia.[3] Kenyataannya ia sering pulang
pergi antara Baghdad dan Rayy. Hal ini menunjukkan bahwa ia masih mempunyai
uang.
Karena
reputasinya di bidang kedokteran ini, Al-Razi pernah diangkat menjadi kepala
rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan gubernur Al-Mansur ibnu Ishaq. Kemudian
ia pindah ke Baghdad dan memimpin rumah sakit disana pada masa khalifah Al-Muktafi.[4]
Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya, kemudian ia
berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lainnya. Akhirnya Al-Razi
meninggal duni pada usia ke 60 tahun.
Informasi
yang dikemukakan Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya. Menurutnya Al-Razi
berguru kepada Ali ibnu Rabban Al-Thabari, seorang dokter dan filosof. Padahal
Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali ibnu Rabban Al-Thabari meninggal dunia.
Menurut Al-Nadhim yang benar adalah Al-Razi belajar filsafat kepada Al-Balkhi,
menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno.[5]
Disiplin
ilmu Al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat.
Namun, ia lebih dikenal sebagai ahli kimia dan kedokteran dibanding dengan
seorang filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca, inilah yang meneybabkan
penglihatannya berangsur-berangsur melemah dan akhirnya buta total. Akan
tetapi, ia menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan sia-sia
belaka karena sebentar lagi ia akan meninggal.
[3] Ibid, 115.
[4] Supriyadi Dedi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep,
Filsuf dan Ajarannya), 68.
[5] Ibid, 69.
C. KARYA-KARYA TULIS AL-RAZI
Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin
belajar dan menulis sehingga tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya
tulis. Dalam autobiografinya pernah ia katakan, bahwa ia telah menulis tidak
kurang dari 200 buah karya tulis dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun
menurut Ibnu Nadhim karya Al-Razi adalah 122 buku, 25 surat, dan satu
makalah, jadi jumlah seluruhnya 148 buah.[6] Akan tetapi Ibnu Abi Usaibi’ah
menyebutkan bahwa Al-Razi memiliki 236 karya buku, tetapi beberapa diantaranya
tidak jelas pengarangnya.[7] Adapun karya tulisnya dalam bidang kimia yang
terkenal ialah Kitab Al-Asrar yang diterjemahkan kedalam bahasa
Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang terbesar
ialah Al-Hawi yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran,
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens yang
tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama di kalangan kedokteran Eropa sampai abad ke 17 M.[8] Bukunya di
bidang kedokteran ialah Al-Mansuri Libel Al-Mansoris 10 jilid
disalin ke dalam berbagai bahasa barat sampai akhir abad 17 M. Adapun Kitab
Al-Judar wa Al-Hasbah tulisannya yang berisikan analisis tentang
penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diterjemahkan orang ke dalam
berbagai bahasa barat dan terakhir kedalam bahasa Inggris tahun 1847 M, dan
dianggap buku bacaan wajib ilmu kedokteran barat. Kemudian, buku karangan
Al-Razi yang lainnya ialah:
1) At-Thibb Ar-Ruhani (membahas banyak topik yang berkaitan dengan akhlak yang buruk,
penyakit-penyakit jiwa, dan cara mengobatinya).
2) Ash-Shirat Al-Falsafiyyah
3) Amarat Iqbal Ad-Daulah
4) Kitab Al-Ladzah
5) Kitab Al-‘Ilm Al-Ilahi
6) Maqalah fi Ma’bad Ath-Thabi’ah
7) Al-Hawi fi Ath-Thibb
8) Manshuri
9) Kitab Sirr Al-Asrar
[6] M.M, Syarif, Para Filosof Muslim, 36
[7] Ibid, 71
[8] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, 17.
D. PEMIKIRAN ATAU FILSAFAT AL-RAZI
Dasar filsafatnya tmpak dari pandangan Ar-Razi
yang mengklaim bahwa praktik kedokteran itu bersandar pada filsafat, suatu
praktik yang baik amat bergantung pada pemikiran yang bebas (filsafat). Ia
menganggap filsafat bukan sekedar sarana bagi karya kedokteran, melainkan
sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Karyanya, Ath-Thibb Ar-Ruhani,
yang ditulis untuk Al-Manshur sebagai pelengkap Manshuri, mengikuti presiden
Al-Kindi dalam memperlakukan etika sebagai sejenis pengobatan psikis atau
psikologis klinis, suatu pendekatan yang nantinya digunakan oleh Gabirol dan
Maimonides. Oleh karena itu, judulnya Spiritual Physick, seperti yang
secara artifisial digunakan kembali oleh Arberry, pengobatan Spiritual atau
Psikologis.
a. Filsafat Lima Kekal
Secara umum, Filsafat Al-Razi dikenal dengan
ajaran “Lima Kekal”, dalam bahasa arabnya sebagaimana tulisan Harun
Nasution.[9]
الباري تعالى والنفس الكلية والهيولا الاولى والمكان المطلق
والزمن المطلق
Penjelasan tentang lima kekal, sebagaimana Al-Biruni
mengatakan, Muhammad ibn Zakaria Al-Razi telah melaporkan kekekalan
lima hal dari Yunano kuno, yaitu: Tuhan, Roh Universal, Materi Pertama,
Ruang Mutlak dan Waktu Mutlak.
Menurut Al-Razi dua dari lima yang Kekal itu
hidup dan aktif: Allah dan Roh. Satu diantaranya tidak hidup dan pasif, yakni
materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, yakni ruang
dan masa.[10]
Menurut
Al-Razi Allah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan oleh
Allah bukan dari yang tidak ada, tetapi bahan yang telah ada. Oleh karena itu,
menurutnya alam semesta tidak qadim, baru, meskipun materi asalnya adalah
qadim, sebab penciptaan disini dalam
arti disusun dari bahan yang telah ada. Penciptaan dari tiada menurut Al-Razi,
tidak bisa dipertahankan secara logis. Pasalnya , dari satu sisi bahan alam
yang tersusun dari tanah, udara, air, api dan benda-benda langit berasal dari
materi pertama yang telah ada sejak zaman azali.
[9] Ibid, 73.
[10] Ibid, 117.
Pada sisi lain apabila Allah menciptakan alam
dari tiada, tentu ia terikat pada penciptaan segala sesuatu dari tiada karena
hal ini merupakan modus pembuatan yang paling sederhana dan cepat. Namun
kenyataannya, penciptaan seperti itu suatu hal yang tidak mungkin.[11]
Timbulnya doktrin yang kekal selain
Allah, dalam filsafat Al-Razi ini, agaknya disebabkan filsafat adanya Allah
yang merupakan sumber Yang Esa yang tetap. Namun demikian, kekalnya yang lain
tidak sama dengan kekalnya Allah.
Jiwa
universal merupakan (sumber kekal yang kedua). Padanya terdapat daya yang hidup
dan bergerak, sulit diketahui karena ia tanpa rupa. Tetapi karena ia dikuasai
naluri untuk bersatu dengan (materi pertama), maka terjadilah pada dzatnya rupa
yang dapat menerima fisik. Sementara itu, materi pertama tanpa fisik, Allah
datang menolong roh dengan menciptakan alam
semesta termasuk tubuh manusia yang ditempati ruh.
Begitu
pula Allah menciptakan akal. Ia merupakan limpahan dari Allah. Tujuan
penciptaannya untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik manuisa, bahwa
tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya, bukan tempat kebahagiaan dan tempat
abadi. Kesenangan dan kebahagiaan yang sebenarnya adalah melepaskan diri dari
materi dengan jalan filsafat.
Jiwa
yang tidak dapat menyucikan dirinya dengan filsafat, ia akan tetap tinggal atau
berkelana di dalam materi. Akan tetapi, apabila ia sudah bersih ia dapat
kembali ke alam asalnya, saat itu alam hancur dan jiwa serta materi kembali
kepada keadaannya semula.
Perlu
dijelaskan bahwa ruh menurut Ibnu Manzhur berarti jiwa, badan halus.
Alasan yang dikemukakan ialah, roh berasal dari kata ra-wa-ha atau ra-ha
yang berarti udara atau wangi. Jadi ruh adalah dzat yang halus sejenis udara.
Materi
pertama adalah Kekal (jauhar qadim). Ia disebut juga Materi mutlak, yang
tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa dibagi-bagi. Pendapat Al-Razi
seperti ini mengesankan mirip dengan Demokritos, namun pendapatnya jelas
berbeda.
Untuk
memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi pertama, Al-Razi memajukan dua
argumen. Pertama, adanya penciptaan mengharuskan adanya pencipta. Materi
yang diciptakan oleh pencipta yang kekal tentu kekal pula. Kedua,
ketidakmungkinan penciptaan dari craetio ex nihilo. Seperti telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa alam diciptakan Allah dari
[11] Majid Fakhry, Ibid, 157.
Bahan yang sudah ada, yakni materi pertama yang telah ada
sejak zaman azali.
Telah
disebutkan bahwa materi bersifat kekal karena ia menempati ruang, maka ruang
juga kekal. Ruang dipahami oleh Al-Razi sebagai kosep yang abtrak, yang berbeda
denga Aristoteles yang menyatakan “tempat” tidak bisa dipisahkan secara
logis dari tubuh yang menempatinya. Oleh sebab itu, ruang menurut Al-Razi dapat
dibedakan menjadi dua macam: Ruang Particular dan Ruang Universal. Ruang yang
pertama terbatas dan terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya. Ruang
tersebut tidak akan ada tanpa adanya maujud sehingga ia tidak bisa dipahami
secara terpiasah dengan maujud. Sementara yang kedua tidak terikat dengan
maujud dan tidak terbatas. Ruang, bagi Al-Razi bisa saja berisi wujud atau yang
bukan wujud karena kehampaan bisa saja terjadi. Sebagai bukti
ketidakterbatasaan ruang, Al-Razi mengatakan bahwa wujud (tubuh) memrlukan
ruang dan ia tidak mungkin ada tanpa adanya ruang, tetapi ruang bisa ada tanpa
adanya wujud tersebut. Ruang universal ini sering juga disebut Al-Khala (kosong)
dan ruang inilah yang dikatakan Al-Razi ruan yang kekal.[12]
Sebagaimana
ruang, waktu atau zaman juga dibedakan Al-Razi antara waktu mutlak (tak
terbatas) dan ruang manshur (terbatas). Untuk yang pertama ia disebut
dengan Al-Dahr, bersifat qadim dan substansinya yang bergerak atau
mengalir. Sementara itu, waktu manshur adalah waktu yang berlandaskan
pada pergerakan planet-planet, perjalanan bintang-nintang dan mentari. Waktu terbatas
ini tidak ada, yang ia sebut dengan Al-Waqt.
Dengan demikian, waktu mutlak atau absolut,
menurut Al-Razi sudah ada sebelum adanya waktu terbatas ini terikat dengan
gerakan bola bumi.
b. Filsafat Rasionalis
Al-Razi adalah seorang rasionalis murni. Dalam
bidang kedokteran study klinis yang dilakukannya telah menghasilkan metode yang
kuat tentang penemuan berpijak pada observasi dan eksperimen. Akal, menurutnya
adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal manusia dapat
memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan memperoleh pengetahuan tentang
Allah. Oelh karena itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya,
[12] M.M Syarif, Ibid, 445.
Pernyataan tersebut menempatkan Al-Razi
sebagai rasionalis murni, yakni bahwa tiada tempat bagi wahyu atau intuisi
mistis. Hanya akal logislah yang merupakan kriteria tunggal pengetahuan dan
perilaku. Manusia dilahirkan dengan kemampuan yang sama untuk meraih
pengetahuan. Hanya saja melalui pemupukan inilah, manusia menjadi berbeda. Ada
yang menggunakannya untuk spekulasi atau belajar, ada yang mengabaikannya atau
mengarahkan nya untuk kehidupan praktis.
Begitu juga dalam tulisan Harun Nasution,
dikatakan bahwa Al-Razi adalah seorang filsuf muslim yang berani mengeluarkan
pendapat-pendapatnya yang bertentangan dengan faham agama islam. Selanjutnya,
Harun Nasution menyimpulkan dari gagasan-gagasan Al-Razi tersebut, seperti:
a) Tidak percaya terhadap wahyu
b) Al-qur’an bukan wahyu atau mukjizat
c) Tidak percaya pada nabi-nabi
d) Tidak percaya adanya hal-hal yang kekal
selain dari Allah.
Perlu
ditegaskan bahwa tuduhan-tuduhan itu berasal dari lawan debatnya yaitu Abu
Hatim Al-Razi, tokoh syi’ah Islamiyyah. Oleh karena itu, beralasan apa yang
dikemukakan oleh Abdul Latif Muhammad Al-‘Abd, bahwa tuduhan-tuduhan
tersebut amat ganjil, bahkan ia nilai mengandung sentimen.[13] Hal ini lumrah
terjadi bahkan orang yang kalah berusaha memojokkan lawannya agar dibenci pula
oleh orang lain.
Dalam
kitabnya At-Thibb al-Ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa Al-Razi
mengingkari kenabian atau agama, bahkan sebaliknya ia mewajibkan untuk
menghormati agama dan berpegang teguh kepadanya agar mendapat kenikmatan di
akhirat berupa surga dan mendapat keuntungan berupa ridho Allah.
[13] Ibid, 123.
Adapun lebih detailnya, bahwa Al-Razi bukanlah
filsuf muslim yang mengingkari ajaran agama islam, seperti yang dikuti dari
kitabnya At-Thibb al-Ruhani, sebagai berikut:
“Mengendalikan hawa nafsu adalah wajib bagi
menurut semua rasio, menurut semua orang berakal dan menurut semua agama dan
wajiblah manusia yang baik, yang utama yang sempurna menunaikan apa yang
diwajibkan agama benar kepadanya, tidak takut pada kematian. Karena agama yang
benar itu, sungguh telah menjanjikan kepadanya kemenagan, ketentraman dan masuk
ke dalam kenikmatan yang terus menerus.”[14]
Al-Razi
juga mengakui kenabian sebagaimana ia nyatakan dalam kitabnya bahwa “Semoga
Allah melimpahkan shalawat kepada ciptaan-Nya yang terbaik. Nabi Muhammad dan
keluarganya dan semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada Sayyid kita, dan
penolong di hari kiamat, Muhammad semoga Allah melimpahkan kepadanya shalawat
dan salam yng banyak selamanya.”
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Al-Razi adalah seorang yang Rasionalis dengan
religius bukan rasionalis dengan libera, karena Al-Razi masih mengakui dan
mendasarkan logikanya kepada agama dan kewahyuan.
[14] Al-Razi, At-Thibb al-Ruhani, 98.
E. KESIMPULAN
Nama lengkap
Ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya
Al-Razi.
Dalam wacana keilmuan Barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Beliau
dilahirkan di Ravy, di propinsi khurasan di sebuah kota tua yang dulu bernama
Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 sya’ban 251M/865M.
Karyanya:
Karya tulisnya
dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitab al-Asrar yang diterjemahkan
kedalam bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang
terbesar ialah al-Hawi yang merupakan ensiklopediilmu kedokteran,
diterjemahkan kedalam bahasa Latin dengan judul Continens yang tersbar
luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad
ke-17. Kitab al-Judar wa al-Hasbah tulisannya yang berisikan analisis
tentang penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diterjemahkan orang
kedalam berbagai bahasa barat dan terakhir ke dalam bahasa Inggris tahun 1847
M, dan dianggap buku bacaan wajib Ilmu kedokteran barat.
Filsafatnya:
1. Lima Kekal (kadim)
2. Akal, Kenabian dan Wahyu
DAFTAR PUSTAKA
Al-Razi.1978. Al-Thibb
Al-Ruhani. Kairo: Maktabah al-Nahdat al-Mishriyyah.
Fakhry, Madjid.
1986. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya.
Maftukhin.
2012. Filsafat Islam. Yogyakarta: Teras.
M.M. Syarif.
1993. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan. Cet 3
Sudarsono.
2010. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam
(Konsep, Filsuf dan Ajarannya). Bandung: Pustaka Setia.
Zar, Sirajuddin. 2012. Filsafat Islam (Filosof &
Filsafatnya). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
0 Response to "Makalah Filsafat Islam Ar-Razi"
Posting Komentar