BAB I
I. PENDAHULUAN
Setiap orang tua pasti menghendaki agar buah
hatinya tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, kreatif, mandiri, beriman dan
bertakwa kepada Allah Swt. Harapan untuk menjadikan mereka yang terbaik, yang
dapat menunjang kehidupan mereka di masa depan, atau untuk kebaikan anak itu
sendiri. Dan mungkin masih banyak harapan lainnya sebagai orang tua. Untuk
mewujudkan hal ini, orang tua perlu mngenal dan memahami dunia anak dengan
baik. Sebab dunia mereka berbeda dengan dunia orang dewasa. Anak-anak memiliki
pribadi yang unik. Kadang kita merasa tingkah mereka lucu, menggemaskan, bahkan
juga menjengkelkan, tetapi itulah dunia mereka. Sebagai orang tua, terlebih
lagi bagi seorang pendidik, mengenali dan memahami secara baik dunia anak-anak
menjadi sangat mendesak. Dengan memahaminya kita dapat mengetahui tentang
karakteristik dan kreativitas anak-anak, sehingga kita mengetahui bagaimana
mengarahkannya ke hal-hal yang positif.
Karena
dunia anak-anak itu unik, penuh kejutan, dinamika, serba ingin tahu, selalu
mengekplorasi dunia bermain dan belajar, selalu berkembang seiring dengan
perkembangan dan pertumbuhan anak-ank itu sendiri, dunia ank-anak penuh dengan
warna, maka akan banyak suka duka dalam menghadapi tingkah pola ank-anak.
Kondisi ini sangat disanyangkan kalu dilewatkan begitu saja, tidak diisi dengan
pengarahan dan bimbingan yang baik kepada mereka. Nikmatilah masa-masa yang
indah bersama anak-anak, karena masa anak-anak itu tak akan terulang kembali.
Jangan sampai ada sesal di kemudian hari.
BAB II
II. PEMBAHASAN
A. Mengenal lebih jauh dunia anak
Peran orang tua dan pendidik pada dasarnya
mengarahkan anak-anak sebagai generasi unggul, karena potensi anak tidak akan tumbuh
dengan sendirinya tanpa bantuan orang tua. Itu semua dapat duimulai sejak masa
bayi. Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima anak apa adanya, menghargai
potensi anak, memberikan rangsangan yang kaya untuk segalaaspek perkembangan
anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Semua merupakan
jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi unggul di masa yang akan datang.
Mereka
juga memiliki dunia sendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata
kanak-kanak. Untuk itu dalam menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran,
pengertian serta toleransi yang mendalam. Dunia anak-anak adalah dunia bermain,
yaitu dunia yang penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang
menyenangkan.
Berikut
ini akan disajikan beberapa aspek yang berkaitan dengan pemahaman dunia anak,
yang perlu diketahui oleh semua pihak, terutama oleh orang tua dan guru dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan pengarahan serta pendidikan kepada
anak-anak.[1]
1. Anak suka meniru
Entah
sadar atau tidak, apa yang kita ucapkan, kita lakukan atau perbuat itu akan
ditiru oleh anak-anak. Bukan hanya dari orang tuanya saja yang ditirukan
anak-anak, faktor lingkungan sekitar, media lain seperti televisi, radio,
games, play station juga dari teman sebaya. Oleh karena itu, kita harus
selektif dalam melakukan suatu tindakan, usahakan apa yang kita lakukan itu
baik agar dampak kepada anak-anak kita kelak menjadi anak yang shalih dan
shalihah.
2. Dunia anak adalah dunia bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena
itu, wajar saja dalam aktivitas mereka
[1] Susanto, perkembangan anak usia dini,
1-2.
Sehari-hari lebih banyak mainnya ketimbang
belajarnya. Tetapi, dari bermain itulah mereka belajar. Banyak hikmah yang
dapat diambil dari permainan-permainan anak ini, terutama bagi pembetukan sikap mental dan
nilai-nilai kepribadian anak, misalnya:
1) Dengan bermain itu anak belajar menyadari
ketetraturan, peraturan, dan berlatih menjalankan komitmen yang dibangun dalam
permainan tersebut.
2) Anak belejar menyelesaikan masalah dari
kesulitan terendah sampai tertinggi.
3) Anak berlatih sabar menunggu giliran,
setelah temannya menyelesaikan permainannya.
4) Anak berlatih bersaing dan membentuk
motivasi dan harapan hari esok akan ada peluang memenangkan permainan.
5) Anak-anak sejak dini belajar menghadapi
resiko kekalahan yang dihadapi dari permainan.
3. Anak masih berkembang
Tahapan tumbuh kembang anak memang sangat
menakjubkan. Sebab, di setiap fase perkembangannya, anak tidak hanya tumbuh
dari segi fisik semata, melainkan juga dari segi psikologis hingga
inteligensinya.
4. Anak-anak tetaplah anak-anak
Mereka
belum dewasa, maka jangan dibandingkan dengan orang dewasa. Baik dari pola
pikirnya, apalagi dari fisiknya. Biarkan mereka menikmati dunia anaknya. Biasanya
anak-anak pada usia awal (2-5 tahun) sedang nakal-nakalnya, karena pada usia
itu anak-anak sedang memikirkan keinginannya sendiri dan tidak memperdulikan
omongan orang tuanya.
Banyak
hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menghadapi sikap dan perilaku anak
yang keliru, di antaranya:
a. Berikan batasan yang jelas. Misalnya,
ketika kita melarang anak makan di depan pintu, katakan jangan makan di depan
pintu, karena nanti orang tidak bisa lewat.
b. Buat batasan. Seorang anak bisa
bersikap keras kepala jika dilarang atau diperintah. Hadapilah sikapnya dengan
sikap tegas. Katakan apa yang anda inginkan, tegaskan bahwa si anak harus
melakukan apa yang anda katakan.
c. Peringatan lebih awal. Ketika anak
sudah terlalu lama bermain, ingatkanlah lima atau sepuluh menit lebih awal.
Dengan begitu, anak itu tahu bahwa sebentar lagi ia harus berhenti bermain.
Satu
hal yang perlu diingat oleh orang tua adalah bahwa anak teteaplah anak dengan
pikiran polosnya. Bagi anak, dunianya penuh dengan kegembiraan dan keceriaan.
Sehingga kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi sikapnya. Cobalah
untuk menunjukkan rasa kasih sayang dan dukungan kepadanya.
5. Anak adalah kreatif
Selain tumbuh dan berkembang, anak-anak adalah
pribadi yang kreatif, suka bertanya, rasa ingin tahu yang tinggi, suka
berimajinasi. Kalau anak tanya tentang sesuatu, jawablah sesuai usia anak.
Sampaikanlah dengan bahasa anak-anak, bahasa yang mudah dimengerti, sesuai
kemampuan mereka dalam menerima informasi baru. Kita tidak perlu bosan dengan pertanyaan yang
berulang. Justru kitalah yang seharusnya memahami dunia anak dengan baik.
Ciptakan suasana baik di rumah atau di
sekolah sebagai tempat untuk memancing kreativitas anak.
6. Anak masih polos
Jika anak mempunyai permasalahan, kita sebagai
orang tua atau pendidik tidak boleh langsung menyalahkan anak, berintropeksi
terlebih dahulu. Pilihlah kata-kata yang tepat bila ingin mengkritik anak.
Perhatikan juga nada bicara kita.
Untuk
menanamkan perilaku baik kepada anak, tentu harus dimulai dari kebiasaan dalam
rumah. Tanamkan pemahaman, sehingga seburuk apa pun perilakunya, masih ada
peluang untuk memperbaikinya.
7. Tumbuhkan rasa percaya diri anak
Beberapa teknik dalam menumbuhkan rasa percaya
diri anak dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut ini:
a. Katakan kita menyayangi minimal satu kali
dalam sehari
b. Tanggapi keluhan anak secara serius
c. Biarkan anak melakukan kesalahan
d. Tertawalah bersama anak
e. Pujilah usaha si anak
f. Biarkan anak mengerjakan tugas sederhana di
rumah
g. Jagalah raghasia anak baik-baik
h. Sediakan waktu berkualitas dengan anak
i. Bantu anak berpenampilan dan berperilaku
baik
j. Perkenalkan anak pada berbagai kegiatan
B. Pengertian Perkembangan
Setiap organisme pasti mengalami peristiwa
perkembangan selama hidupnya. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan
perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan
tidak di tekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara
sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis.[2]
Adapun menurut hamalik ialah
perubahan-parubahan yang progresif dalam organisme bukan saja perubahan dalam
segi fisik melainkan juga dalam segi fungsi, misalnya kekuatan dan
koordinasi.[3] Jadi, psikologi perkembangan adalah upaya untuk mengamati segala
perubahan yang terjadi secara sistematis dalam diri seseorang, dari mulai
konsepsi (pertemuan sel telur dengan sperma) sampai kematian.
C. Aspek-aspek perkembangan
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan hal yang menjadi
dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Ketika fisik berkembang dengan
baik memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya,
dan eksploitasi lingkungannya dengan tanpa bantuan
[2] Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 15.
[3] Hamalik, Psikologi perkembangan Anak, 84.
Dari orang lain. Perkembangan fisik anak
ditandai juga dengan berkembangnya perkembangan motorik, baik motorik halus
maupun motorik kasar. Awal dari perkembangan pribadi seorang anak pada asasnya
bersifat biologis[4].
Perkembangan fisik anak tidak terlepas dari
asupan makanan yang bergizi, sehingga setiap tahapan perkembangan fisik anak
tidak terganggu dan berjalan sesuai dengan umur yang ada. Perkembangan fisik
ini mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis.
a. Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan
adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang-belulang, tinggi dan berat
badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi badan secara keseluruan. Berikut
ini adalah perkembangan antomis anak.
a. Tulang-belulang pada masa bayi berjumlah
270 yang masih lentur, berpori dan persambungannya longgar.[5]
b. Berat dan tinggi badan pada waktu lahir
umumnya sekitar 3-4 kg dan 50-60 cm, masa kanak-kanak sekitar 12-15 kg dan
90-120 cm.
c. Proporsi tinggi kepala dan badan pada masa
bayi dan kanak-kanak sekitar 1:4.
Adanya
abnormalitas dalam perkembangan fisik secara anatomis ini akan berpengaruh atas
segi-segi kepribadiannya seperti tersebut di atas.
b. Perkembangan Fisiologis
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan fungsional dari
sistem-sistem hayati seperti otot, peredaran darah dan pernafasan, persyarafan,
sekresi kelenjar dan pencernaan. Berikut ini perkembangan fisiologis anak.
a. Otot sebagai pengontrol motorik proporsi
bobotnya 1:5 pada masa bayi dan kanak-kanak menjadi 1:3.
b. Frekuensi denyut jantung pada masa bayi
sekitar 140 per menit dengan meningkatnya usia
[4] Nurihsan dan Agustin, Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja, 25.
[5] Ibid, 26.
Dapat berkurang sampai 62-63 meskipun normalnya pada orang dewasa sekitar
72.
c. Persentase tingkat kesempurnaan perkembangan secara fungsional, dari
cortex (bagian otak) sebagai pusat susunan saraf yang mempunyai pengontrol
kegiatan organisme, infraganular (pengontrol reflek) mencapai 80%, granular
(pengontrol pengindraan) mencapai 75%, supraganular (erat hubungannya dengan
intelegensi) baru 50%. Seandainya terjadi kelainan pada segi-segi fisiologis
ini pun, akan berpengaruh atas karakteristik perilaku individu yang
bersangkutan.
2. Perkembangan intelektual anak
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat
kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu
yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan inteligensi
(kecerdasan) ini para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Menurut Loree perkembangan
intelektual dapat dideskripsikan dengan dua cara ialah secara kualitatif dan
kuantitatif.[6]
a. Perkembangan kognitif secara kuantitatif
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi
yang mencakup general (information and verbal analogies, jones and
conrad) telah mengembangkan sebuah kurva, yang dapat dirafsirkan antara
lain:
-
Laju perkembangan inteligensi pada masa
anak-anak berlangsung sangat pesat.
-
Terdapat variasi dalam saatnya dan laju
kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.[7]
Menjelaskan berdasarkan hasil study longitudional bahwa dengan berpatokan
kepada hasil tes IQ dari masa sebelumnya, kita akan melihat perkembangan
persentase taraf kematangan dan kemampuan sebagai berikut:
a) Usia 1 tahun berkembang sampai sekitar 20%-nya.
b) Usia 4 tahun sekitar 50%-nya.
c) Usia 8 tahun sekitar 80%-nya.
d) Usia 13 tahun sekitar 92%-nya.
Hasil study Bloom tersebut juga
menjelaskan bahwa laju perkembangan IQ itu bersifat proporsional.
[6] Ibid, 28.
[7] Juntika, Teori Kepribadian, 137-138.
b. Perkembangan kognitif secara kualitatif
Perkembangan ini menurut Piaget dibagi
menjadi 3 tahapan yang berbeda-berbeda, tahapan kognitif itu sebagai berikut:
1) Sensorimotor periode (0-2)
Periode ini ditandai
dengan pengguanaan panca indera yang intensif terhadap dunia sekitarnya.
2) Preoperation peride (2-7)
Yaitu dengan ditandai cara
berfikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang
khusus atas dasar hal khusus, seperti sapi disebut kerbau). Juga ditandi dengan
pengamatan yang bersifat egocentrik (belum memahami cara orang lain memandang
objek yang sama).
3) Concrete operational periode (7-12)
Dalam periode ini anak
mulai mengonservasikan pengetahuan tertentu. Ialah pengetahuan atau
kemampuannya dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun
masih terikat dengan objek-objek yang konkrit.
Tabel 1.0
Perkembangan kemampuan motorik anak
usia
|
Kemampuan motorik kasar
|
Kemampuan motorik halus
|
Usia 3-4 tahun
|
1. Naik dan
turun tangga
2. Meloncat
dengan dua kaki
3. Melempar
bola
|
1.
Menggunakan krayon
2.
Menggunakan benda/alat
3. Meniru
bentuk (meniru gerakan orang lain)
|
Usia 4-6 tahun
|
1. Melompat
2.
Mengendarai sepeda anak
3. Menangkap
bola
4. Bermain
olahraga
|
1.
Menggunakan pensil
2. Menggambar
3. Memotong
dengan gunting
4. Menulis
huruf cetak
|
Sumber: Yusuf Syamsu LN.
3. Perkembangan
Bahasa Anak
a. Penegertian bahasa
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan saling berkomunikasi. Untuk berkomunikasi manusia memerlukan
media, terutama bahasa. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai bahasa untuk
berinteraksi dengan yang lain.
Bahasa merupakan alat
untuk mengekspresikan ide dan bertanya, dan bahasa juga menghasilkan konsep dan
kategori-kategori untuk berfikir.[8] Begitupun dengan anak-anak, bahasa anak
juga diperkaya atau dilengkapi oelh lingkungan masyarakat di mana mereka
tinggal. Pada umumnya, setiap anak memiliki dua tipe perkembangan bahasa pada
anak, yaitu egocentric speech dan socialized speech.
Egocentric speech, yaitu
anak berbicara kepada dirinya sendiri. Adapun, socialized speech, yaitu
bahasa yang berlangsung ketika terjadi kontak dengan orang lain atau
lingkungan. Adapun, dilihat dari sisi kemampuan berbicara, ada tiga aktor yang
paling dominan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu faktor biologis,
faktor kognitif dan faktor lingkungan. Pertama, faktor biologis
mempengaruhi atau membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Kedua,
faktor kognitif merupakan satu hal tidak dapat dipisahkan pada perkembangan
bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa
tergantung pada kematangan kognitifnya. Ketiga, faktor lingkungan.
Sementara itu, di sisi lain proses penguasa bahsa tergantung dari stimulus dari
lingkungan luar. Pada umumnya anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan
mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa
mengajarkan anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari
orang-orang disekitarnya. Bahasa bayi berkembang mealui beberapa tahapan umu,
yaitu:
1. Mengoceh (usia 3-6 bulan)
2. Kata pertama yang dipahami (usia 6-9 bulan)
3. Intruksi sederhana yang dipahami (usia 9-12 bulan)
4. Kata pertama yang diucapkan (10-15 bulan)
5. Penambahan dan penerimaan lebih dari 300 kosakata (pada dua tahun)
6. Perkembangan yang lebih pesat lagi
menjelang tiga tahun ke depan.
[8] Woolfson, Mengapa Anakku Begitu?,73.
Tabel 1.1
Perkembangan Bahasa Anak
Usia Anak
|
Perkembangan Bahasa
|
6 bulan
|
ü Merespon ketika dipanggil namanya
ü Merespon pada suara orang lain dengan menolehkan kepala
ü Merespon relevan dengan nada marah atau ramah
|
12 bulan
(1 tahun)
|
ü Menggunakan satu atau lebih kata bermakna jika ingin sesuatu, bisa jadi
hanya potongan kata misalnya ‘mam’ untuk makan
ü Mengerti intruksi sederhana seperti ‘duduk’
ü Mengeluarkan kata pertama yang bermakna
|
18 bulan
(1,5 tahun)
|
ü Kosakata mencapai 5-20 kata, kebanyakan kata benda
ü Suka mengulang kata atau kalimat
ü Dapat mengikuti instruksi seperti “tolong tutup pintunya!”
|
24 bulan
(2 tahun)
|
ü
Bisa menyebutkan sejumlah nama benda di
sekitarnya
ü
Menggabungkan dua kata menjadi kalimat
pendek, misalnya “mamah bobo..”
ü
Kosakata mencapai 150-300 kata
ü
Bisa berespons pada perintah, misalnya “...
coba tunjukkan mana hidungmu?
|
3 tahun
|
ü Bisa bicara tentang masa lalu
ü Tahu nama-nama bagian tubuhnya
ü Mengkata mencapai 900-1000 kata
ü Bisa meneyebut nama, usia, dan jenis kelamin
ü Bisa menjawab pertanyaan sederhana tentang lingkungannya
|
4 tahun
|
ü Tahu nama-nama binatang
ü Menyebutkan nama benda yang dilihat di buku atas majalah
ü Mengenal warna
ü Bisa mengulang empat digit kata
ü Bisa mengulang kata dengan empat suku kata
ü Suka mengulang kata, frasa, suku kata dan bunyi
|
5 tahun
|
ü
Bisa menggunakan kata deskriptif seperti
kata sifat
ü
Mengerti lawan kata; besar-kecil,
lembut-kasar
ü
Dapat berhitung sampai 10
ü
Biacara sangat jelas kecuali jika ada
masalah pengucapan
ü
Dapat mengikuti tiga instruksi sekaligus
ü
Mengerti konsep waktu; pagi, siang, malam,
besok dan kemarin
ü
Bisa mengulang kalimat sepanjang sembilan
kata
|
Menurut Syaodih, bahwa aspek bahasa
berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan merbaan.[10] Perkembangan
selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektual dan
sosial.
Eliason, mengungkapkan
bahwa bahasa anak tidak dimulai dari kata ke huruf lalu pengalaman, tetapi darp
perbuatan atau pengalaman ke huruf baru ke kata. Selanjutnya jadi, anak yang
berhasil membaca di sekolah telah memiliki bahasa tulisan sebagai bagian yang
dominan dari kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, belajar bahasa
sering dibedakan menjadi dua, yaitu belajar bahasa untuk berkomunikasi dan
belajar literasi, yaitu belajar membaca dan menulis.[11]
Menurut Suyanto,
melatih anak belajar bahasa dapat dilakuakan dengan cara berkomunikasi melalui setting
berikut ini, antara lain[12]:
a). Kegiatan belajar bersama, biasanya anak-anak secara otomatis
berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.
b). Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.
c). Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli, guru dan murid
atau orang tua dan anak
d). Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan
jari dan anak berbicara mewakili boneka itu.
e). Belajar dan bermain dalam kelompok.
b.
Karakteristik kemampuan bahasa anak
Menurut
Jamaris[13], karakteristik kemampuan bahasa anak usia empat tahun yaitu:
a). Terjadi perkembangan yang cepat dalam
kemampuan bahasa anak. Anak telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan
benar.
b). Menguasai 90 persen dari fenom dan
sintaksis bahasa yang digunakannya.
c). Dapat berpartisipasi dalam suatu
percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi
pembicaraan tersebut.
[10] Syaodih, Peranan Bimbingan Guru
Terhadap Perkembangan Sosial anak, 70.
[11] Suyanto, s, Dasar-dasar Pendidikan
Anak Usia Dini, 75.
[12] Suyanto, Konsep Dasar Pendidikan Anak
Usia Dini, 80.
[13] Jamaris, Perkembangan dan Pengembangan
Anak Usia Taman Kanak-kanak, 63.
Selanjutnya menurut Jamaris karakteristik
kemampuan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut:
a). Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.
b). Lingkup kosakata yang disebutkan anak menyangkut warna, ukuran, bentuk,
rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu,
perbedaan, perbandingan, jarak dan permukaan (halus atau kasar)
c). Anak usia 5-6 tahun sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar
dengan baik.
d). Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat
mendnegarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
e). Percakapan yang dilakukan oleh anak 5-6 tahun telah menyangkut berbagai
komentarnya terhadap apa yang dilakuakan oleh dirinya sendiri dan orang lain,
serta apa yang dilihatnya. Anak pada usia 5-6 tahun ini sudah melakukan
ekspresi diri, menulis, membaca dan bahkan berpuisi.
c. Fungsi bahasa bagi anak
Dalam membahas fungsi bagi anak, dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang. Hal ini, terutama ditunjukkan kepada fungsi secara
langsung pada anak itu sendiri. Ada beberapa sumber yang telah mencoba
memberikan penjabaran dari fungsi bahasa bagi anak, diantaranya menurut Depdiknas[14],
fungsi pengembangan bahasa bagi anak prasekolah adalah:
a). Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan.
b). Sebagai alat untuk menegembangkan kemampuan intelektual anak.
c). Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi enak, dan
d). Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang
lain.
4. Perkembangan
sosial anak
Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosisal. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi:
melebur diri menjadi suatu kesatuan , saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Anak dilahirkan belum
bersifat sosial. Dalam artian belum memilki kemampuan bergaul dengan orang
lain. Maka, perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial.
[14] Depdiknas, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini,
44.
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia dasar memiliki
karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk
tindakan berikut ini.[15]
a. Pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah
laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang muncul pada kira-kira 18 bulan dan
mencapai puncaknya pada usia tiga tahun.
b. Agresi, yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun
kata-kata. Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi
(rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
c. Berselisih atau Bertengkar, terjadi apabila seorang anak
merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
d. Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku
agresif. Menggoda merupakan serangan mental orang lain dengan menggunakan
ucapan ejekan, sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
e. Persaingan, yaiyu keinginan untuk melebihi orang lain dan
selalu didorong oleh orang lain.
f. Kerja sama, yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok.
g. Tingkah laku berkuasa, yaitu sejenis tingkah laku untutk
mengusasi situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness.
h. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egoisentris dalam
memenuhi keinginannya atau ingin selalu dipenuhi keinginannya.
i. Simpati, yaitu sikap emosional yang mendorong individu
untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, maumendekati atau bekerja sama
dengannya.
[15] Ibid, 41-45.
Tabel 1.3
Sosialisasi dan Perkembangan Perilaku Anak
Kegiatan orang tua
|
Pencapaian perkembangan perilaku anak
|
1. Memberikan
makanan dan memlihara fisik.
|
1.
Mengembangkan sikap percaya terhadap orang lain.
|
2. Melatih
menyalurkan kebutuhan fisiologis; melatih buang air kecil/besar, menyapih dan
memberikan makanan padat.
|
2. Mampu
mengendalikan dorongan biologis dan belajar untuk menyalurkan pada tempat
yang diterima masyarakat
|
3. Mengajar
dan melatih keterampilan berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan
keamanan diri.
|
3. Belajara
mengenal objek-objek, belajar bahasa, berjalan, mengatasi hambatan,
berpakaian dan makanan.
|
4.
Mengenalkan lingkungan kepada anak; keluarga, sanak keluarga, tetanggga dan
masyarakat sekitar.
|
4.
Mengembangkan pemahaman tentang tingkah laku sosial, belajar menyesuaikan
perilaku dengan tuntutan lingkungan.
|
5.
Mengajarkan tentang budaya niali-nilai agama dan mendorong anak untuk
menerimnya sebagai bagian dirinya.
|
5.
Mengembangkan pemahaman tentang baik buruk, merumuskan tujuan dengan kriteria
pilihan dan berperilaku yang baik.
|
6.
Menegembangkan keterampilan interpersonal, motif, perasaan dan perilaku dalam
berhubungan dengan orang lain.
|
6. Belajar
emmahami perspektif (pandangan) orang lain dan merespon harapan/pendapat
mereka secara selektif.
|
7.
Membimbing, mengoreksi dan membantu anak untuk merumuskan tujuan dan
merencanakan aktivitasnya.
|
7. Memiliki
pemahaman untuk mengatur diri dan memahami kriteria untuk menilai
penampilan/perilaku seseorang.
|
Sumber: Ambron,
221.
5. Perkembangan
moral anak
a. Pengertian
moral
Moralitas atau moral adalah istilah yang baerasal dari bahasa latin: Mos
(moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai atau tata
cara kehidupan.
Secara
harfiyah istilah moralitas sebenarnya berarti sama dengan istilah etika, tetapi
dalam prakteknya istilah moral telah jauh berbeda dari istilah harfiyahnya. Atau
bisa diartikan sebagai peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral, kesadaran
orang untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip yang
telah baku dan dianggap benar.
b. Perkembangan
moral pada masa awal
Bayi tidak bersifat haerarki nilai dan suara hati. Bayi
tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral, dalam artian
bahwa perilakunya tidak dibimbing oleh nilai-nilai moral. Lambat laun ia akan
mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan
teman-teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral.
Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai besar
atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang
ditimbulkannya dan bukan menurut baik dan buruknya efek suatu tindakan terhadap
orang lain. Oleh karena itu, bayi menganggap suatu tindakan salah hanya bila ia
merasakan sendiri akibat buruknya. Bayi tidak memilki rasa bersalah karena
kurang memiliki norma yang pasti tentang benar dan salah. Bayi tidak pernah
bersalah kalau mengambil barang milik orang lain, karena tidak memiliki konsep
tentang hak milik pribadi.
Bayi berada dalam tahap perkembangan moral yang disebut
moralitas dengan paksaan yaitu merupakan tahap pertama dari tiga tahapan
perkembangan moral. Tahap ini terakhir sampai usia 7-8 tahun dan ditandai oleh
kepatuhan otomatis kepada aturan-aturan tanpa penalaran atau penilaian. Proses
penyadaran moral tersebut berangsur tumbuh melalui interaksi denagan
lingkungannya di mana ia mungkin mendapat larangan, suruhan, pembenaran atau
persetujuan, kecaman atau celaan, atau merasakan akibat-akibat tertentu yang
mungkin menyenangkan atau memuaskan mungkin pula mengecewakan dari
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam
tingkat rendah. Hail ini, disebabkan perkembangan intelektual anak-anak belum
mencapai titik di mana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip
abtrak tentang yang benar dan salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan untuk
mengikuti peraturan-peraturan, karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota
kelompok sosial.
Selanjutnya, Hurlock[16], menjelaskan bahwa anak
yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam penilaian moral daripada
anak yang kecerdasannya lebih rendah, dan
anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih matang
daripada anak laki-laki.
[16] Hurlock, Personality Development, 98.
c. Perkembangan penghayatan anak
Sejalan dengan perkembangan kesadaran
moralitas, perkembangan penghayatan kegamaan, yang erat hubungannya dengan
perkembangan intelektual di samping emosional dan volisial, mengalami
perkembanagan. Para ahli sependapat bahwa pada garis besarnya perkembanagan,
penghayatan, keagamaan dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif
menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan perkembangan moral pada
anak sebagai berikut:
1). Masa kanak-kanak (sampai usia 7 tahun), tanda-tandanya adalah sebagai
berikut:
a. Sikap keagamaan
represif meskipun banyak bertanya.
b. Pandangan ketuhanan
yang anthromorph (dipersonifikasikan)
c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka salah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan
ritual.
d. Hal ketuhanan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadi)
sesuai denagan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifar egosentris
(memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
2). Masa anak sekolah:
a. Sikap keagamaan
bersifat reseptif tetapi disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanannya diterangkan secara rasional berdasarkan
kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual
diterima sebagai keharusan moral.
BAB III
III. PENUTUP
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan
pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini
meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisme tersebut,
baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa
perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek
psikologis saja, tetapi juga aspek biologis.
Perkembangan
merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman yang terdiri atas serangkaian perubahan yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan
proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan dan pengalaman yang
merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan
perubahan kulaitatif dan kuantitatif yang menyebabkan perubahan pada diri
individu tersebut.
Perkembangan
anak berlangsung secara kontinum, tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu
tahap diharapkan meningkat secara kuantitatif maupun kualitatif pada tahap
selanjutnya. Terdapat perbedaan individual dalam perkembangan, karena terdapat
pengaruh beberapa faktor internal maupun eksternal sehingga setiap anak
mamiliki karakter yang unik meskipun tetap berdasarkan atas pola perkembangan
yang optimal dibutuhkan keterlibatan orang dewasa untuk memberikan rangsangan
atau stimulasi. Diperlukan rangsangan yang bersifat holistik yang meliputi
pendidikan, psikososial, kesehatan, dan gizi yang diberikan secara konsisten
dan berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada
Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran Generik). Jakarta: Direktorat
PADU.
Hurlock, Elizabeth B. 1974. Personality Development. New
Delhi: Tata McGraww-Hill Publishing Co.ltd.
Jamaris, M. 2002. Perkembangan dan Pengembangan Anak
Usia Taman Kanak-kanak; Pedoman bagi Orang Tua dan Guru, Jakarta: PT.
Grasindo.
Nurikhsan, Juntika. 2007. Buku Materi Pokok
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pascasarjana UPI.
Nurikhsan dan Agustin, M. 2013. Dinamika Perkembangan
Anak dan Remaja Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Santrock, JW. 2011. Masa Perkembangan Anak (Children).
Jakarta: Salemba Humanika.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Suyanto, S. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Woolfson, Rc. 2005. Mengapa Anakku Begitu? (Terj).
Arivalita Purnamasari. Jakarta: Erlangga for Kids.
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Baca juga Resep Ayam Taliwang yang lezat
Baca juga Resep Ayam Taliwang yang lezat
0 Response to "Makalah Psikologi Perkembangan Masa Anak-anak"
Posting Komentar