Makalah Tarekat Maulawiyah dan Ajarannya

TAREKAT MAULAWIYAH DAN AJARANNYA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Smt. III
Tahun Akademik 2016/2017






Disusun Oleh:
1. Ikbal Amrulloh (1415101056)

Dosen Pengampu:
Iwan Ahenda, M.Ag


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2016








KATA PENGANTAR

            Puji syukur Alhamdulillah, Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah Swt. karena atas qudrat, hidayah dan ma’unah-Nya, penulis dapat membuat makalah ini sesuai waktu yang ditentukan. Tidak lupa shalawat serta salam semoga Allah tetap curah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, sampai kepada kita selaku umatnya.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Iwan Ahenda, M.Ag selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf, serta kepada teman-teman semuanya yang telah mensuport baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tarekat Maulawiyah dan Ajarannya”.
            Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan, baik penulisan maupun isinya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah kedepannya.
            Akhir kata, penulis berharap semoga adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya  dan bagi pembaca pada umumnya.



Cirebon, 30 Desember 2016

Penulis







i


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................... i
Daftar Isi  .................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A.    Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
   A. Biografi dan Sejarah Tarekat Maulawiyah ........................................................................ 3
   B. Pokok Pemikiran Tarekat Maulawiyah ............................................................................. 5
   C. Ciri Utama Tarekat Maulawiyah ....................................................................................... 7
   D. Karya Tulis Tarekat Maulawiyah ...................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 11
   A.  Kesimpulan ...................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 12










ii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Tasawuf sebagai bagian dari kemulitan dimensi kegamaan senantiasa berkembang, meski pun kesannya sangat lamban namun langkahnya cukup pasti dan mengakar. Awal-awal proses internalisasinya hanya terbatas pada praktek-praktek ritual individual, tapi seiring dengan arus komunikasi dan interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya, kontruksi ritual-ritual individual itu kemudian disepakati oleh yang lainnya sehingga mulailah terbentuk kelompok.
            Tuntutan fitrah kemanusiaan akan kesempurnaan dan pemahaman mendalam terkait dengan rahasia-rahasia kehidupan, maka kelompok ini kemudian  melakukan pengorganisasian dengan cara membentuk suatu aliansi atau corak pemikiran dan ritual sebagai media untuk melakukan penguatan serta pendalaman ajaran-ajaran kepada para simpatisannya, hal ini dimaksudkan untuk memberi andil dalam menjawab kebutuhan asasi manusia itu sendiri.
            Menguatnya kelompok-kelompok tasawuf ini telah turut memberikan kontribusi dalam perkembangan agama, dan bahkan secara konsisten para aktornya terus tampil kepermukaan untuk menginternalisasikan ajaran-ajaran kesadaran akan nilai dan hakikat kehidupan. Jalaluddin Rumi misalnya, hingga kini nama dan ajarannya terus dikenang, bahkan ia diasumsikan sebagai figur manusia universal.
            Ia bagai gerbang raksasa bagi kemanusiaan, ribuan orang yang tersentuh dengan ajaran-ajaran dan karya-karyanya yang dipublikasikan lewat aliran tasawuf Maulawiyahnya. Ia diibaratkan sebagai obat yang mampu menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh keagamaan intelektual serta keresahan kemanusiaan.
            Melalui pendekatan spiritual yang bercorak artistik dan kreatif, tarekat ini menyapa kebimbangan manusia dalam kesadaran akan ketidakpastian dalam menjalani kehidupan. Wajar jika aliran tasawuf ini banyak diapresiasi dari generasi ke generasi, bukan hanya di barat melainkan timur pun mulai melirik dan mendalami alur paradigma dan spiritualitas yang diembannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi dan Sejarah Tarekat Maulawiyah?
2. Apa Saja Pokok Pemikiran Tarekat Maulawiyah?
3. Bagaimana Ciri Utama Tarekat Maulawiyah?
4. Apa Saja Karya Tarekat Maulawiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Memberikan Pemahaman Mendalam kepada Mahasiswa tentang Tarekat Maulawiyah
2. Untuk Menambah Wawasan Mahasiswa terkait Tarekat Maulawiyah
3. Untuk Mengatahui Ciri Utama Tarekat Maulawiyah
4. Untuk Mengetahui Karya Tarekat Maulawiyah



BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi dan Sejarah Tarekat Maulawiyah
            Tarekat (Thariqah), yang secara harfiyah berarti jalan kecil, yang memiliki dua pengertian yang berbeda, tetapi saling berhubungan. Yang pertama, tarekat dimengerti sebagai perjalanan spiritual menuju Tuhan. Yang kedua, tarekat dipahami sebagai “persaudaraan” atau ordo spiritual yang biasanya merupakan perkumpulan spiritual yang dipimpin oleh seorang guru (mursyid) dan para khalifahnya.
            Nama Maulawiyah berasal dari kata “Maulana” (guru kami atau our master) yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada seorang “sufi penyair Persia terbesar sepanjang masa”, Muhammad Jalaluddin Rumi (w. 1273). Oleh karena itu, jelas bahwa Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi.[1]
            Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Rumi yang meninggal di Anatolia, Turki. Dzikir yang disertai tarian mistik dengan cara kedaan tidak sadar, agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana menjadi teladan bagi orang lain.[2]
            Nama asli Rumi adalah Jalaluddin Muhammad, tetapi kemudian dia lebih dikenal sebagai Maulana Jalaluddin Rumi atau Rumi saja. Beberapa sarjana barat telah memujinya sebagai “penyair sufi yang paling menonjol yang pernah dihasilkan Persia”, bahkan ada yang menyebutnya “penyair mistik terbesar atau teragung sepanjang masa”.
            Maulana lahir di kota Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Robi’ul Awwal atau 30 september 1207. Nasabnya dari pihak ayah sampai kepada kholifah Abu Bakar As-shiddiq, sedangkan dari pihak ibunya sampai kepada kholifah Ali bin Abi Thalib. Sejak anak-anak, kira-kira umur 12 tahun ia bersama keluarganya diam-diam meninggalkan kampung halamannya untuk beribadah haji dan tidak kembali karena ayah Rumi, Baha’uddin Walad telah mendengar tentang invasi Mongol ke kota Balkh. Kota yang pertama dikunjungi ialah kota Nisyapur, di sini Rumi bertemu dengan Fariduddin At-thar seorang sufi penyair terkenal yang menyerahkan salinan bukunya yang berjudul Asrar Nameh (Buku tentang rahasia).
            Dari Nisyapur keluarga Rumi pergi ke Baghdad di mana mereka mendengar berita penyergapan kota Balkh oleh Jengis Khan. Pada tahun 1220 Baha’uddin Walad berangkat menuju kota Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian diteruskan ke Damaskus, Siria dan Malatia (Meletine). Dari Meletine mereka menuju ke Armenia, kemudian ke Zaranda sebelah tenggara Konya. Di sini Rumi menikah dengan Jauhar Khatun puteri Lala Syarifuddin pada usia 18 tahun. Pada tahun 1228 ia dan keluarganya pindah ke Konya setelah mendapat undangan dari sultan ‘Alauddin Kayqabad. Di sini Baha’uddin Walad sangat dihormati oleh sultan dan menjadi pembimbing spiritualnya. Bahkan sang penguasa memberinya gelar “Sultanul ‘Ulama (Rajanya para ulama)”. Baha’uddin Walad, sang guru dan da’i kondang ini memperoleh ketenaran dan posisi terhormat hingga wafat pada tahun 1230.
            Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil posisi ayahnya sebagai penasehat para ulama Konya dan murid-murid ayahnya. Dan kurang lebih satu tahun dari kematian ayahnya, atas anjuran gurunya Burhanuddin, Rumi meneruskan pendidikannya ke Aleppo dan mengunjungi beberapa madrasah yang dibangun oleh Al-Malik Dzahir. Dari sini ia pindah ke Damaskus dan mempunyai kesempatan emas untuk bercakap dengan tokoh-tokoh besar, seperti Muhyiddin bin’Arabi, Sa’aduddin Al-Hamawi, Utsman Al-Rumi, Awhaduddin bin ‘Arabi dan Shadruddin Al-Qunyawi. Pada tahun 1236 Rumi kembali ke Konya dan menyibukkan dirinya dengan menuntut ilmu dan memberikan bimbingan spiritual sampai gurunya meninggal dunia pada tahun 1241.[3]
            Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan menempati posisi yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin. Tetapi pada tahun 1244 seorang Darwisy misterius, Syamsuddin Tabrizi datang ke Konya dan menjumpai Rumi. Perjumpaan ini telah mengubah Rumi dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Karena kuatnya pesona kepribadian Syamsuddin, Rumi lebih memilih meninggalkan kegiatannya sebagai guru dan da’i profesional untuk mengabdikan diri kepada Syamsuddin yang kini menjadi guru spiritualnya, dan untuk memperkuat ikatannya untuk beberapa waktu mereka tidak pernah berpusah. Tetapi keadaan ini membuat murid-murid Rumi marah dan cemburu karena tidak mendapat bimbingan spiritual, akibatnya mereka menyerang Syamsuddin dengan kekerasan dan ancaman, sehingga ia meninggalkan Rumi menuju Damaskus.
            Perpisahan ini dirasa menyakitkan oleh Rumi dan menghujam perasaannya begitu mendalam. Karena itu ia mengutus anaknya Sultan Walad untuk memohon Syamsuddin agar kembali ke Konya. Rumi bisa bahagia bisa berjumpa lagi dengan sang guru, akibatnya apa yang terjadi terulang kembali. Tentunya murid-murid Rumi menjadi marah karena cemburu dan membenci sekali lagi Syamsuddin dengan lebih hebat dari sebelumnya. Situasi ini mendorong Syams untuk mencari perlindungan ke Damaskus. Kemudian Rumi mencari sendiri ke Damaskus tetapi tidak berhasil dan kembali ke Konya dengan tangan hampa.
            Sebagai tanda cintanya kepada Tabrizi, Rumi kemudian menulis kumpulan puisi yang kemudian dikenal dengan Divan-e Shams-e  Tabrizi.[4]
Kenapa aku harus mencari?
Aku sama dengannya
Jiwanya berbicara kepadaku
Yang kucari adalah diriku sendiri!
            Sepuluh tahun setelah kematian Tabrizi, Rumi kemudian menggubah ghazal (puisi cinta) yang dikumpulkan dalam Divan-e Kabir atau Diwan Agung.
            Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain, sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah, wirid dan menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan tuhan (Wihdatul Wujud) yang berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Baghdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang tidak dipilih Rumi.
            Sebagai seorang hakim yang faham syari’at, Rumi tidak memasukkan dirinya dalam ritual yang kontroversial. Dan sebagai seorang seniman, ia memiliki cara sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem. Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir. Cara ini kemudian dikenal dengan sema’ yang berarti mendengar. Dengan arti yang sedikit berbeda, pesantren-pesantren di jawa memiliki ritual bernama semaan.[5]
            Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15 tahun setelah itu kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit. Akhirnya pada hari minggu tanggal 16 Desember 1273 Maulana Rumi menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi meninggal dan dikubur dalam Kubah Hijau (Qubatul Azra’) yang bertuliskan “Saat kami meninggal, jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.” Namun ritual sema’ itu tak ikut mati. Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled Celebi melembagakan ajaran itu dalam tarekat bernama Mawlawiyah atau Mavleviye.

B. Pokok Pemikiran Tarekat Maulawiyah
            Ajaran-ajaran Rumi ini, pada dasarnya dapat dirangkum dalam trilogi metafisik, yaitu Tuhan, Alam dan Manusia.[6]
1.      Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan
Pada gilirannya telah dikembangkan dari pernyataan Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”. Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi, berarti bahwa ia adalah sumber yang dari-Nya segala sesuatu berasal. Semua manusia yang tinggal di bumi ini berasal dari Tuhan, walaupun kini ia telah melakukan perjalanan atau pengembaraannya yang jauh. Begitu jauhnya mereka mengembara, sehingga banyak diantara manusia yang melupakan Tuhannya.
Beralih kepada Tuhan sebagai “Yang Akhir”. Ini diartikan sebagai tempat kembali segala yang ada di dunia ini. Rumi juga termasuk sufi yang memandang Tuhan sebagai keindahan. Sebuah hadits mengatakan bahwa “Tuhan itu Maha Indah, dan mencintai keindahan.” Tentu saja sebagai yang Maha Indah, Tuhan adalah tujuan dari semua jiwa yang mencinta.
Tuhan sebagai “Yang Lahir”, bagi Rumi dunia yang lahir adalah fenomena yang menyimpan di dalamnya realitas yang sejati. Dengan demikian dunia lahir adalah petunjuk bagi adanya yang batin. Bagi Rumi tak mungkin ada yang lahir tanpa ada yang batin. Jadi sekalipun yang lahir, sepintas lalu berbeda dengan yang batin, tetapi yang lahir merupakan jalan menuju realitas yang tersembunyi di dalamnya.
Dengan demikian, Tuhan sebagai “Yang Batin” adalah realitas yang lebih mendasar, sekalipun untuk dapat memahaminya kita memerlukan mata lain yang lebih peka. Jadi, tidak semua orang dapat melihat kecantikan Tuhan yang tersembunyi di balik fenomena alam. Kebanyakan kita adalah pemerhati fenomena dan arena itu tidak bisa melihat keindahan batin yang tersembunyi dibalik fenomena lahiriyah alam.
2.      Konsep Maulana Rumi tentang alam semesta
Bahwa motif penciptaan alam oleh tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendoromg Tuhan mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas, sebagai nafas Rahmani, kepada seluruh pertikel alam, dan menghidupkannya, sehingga berbalik mencintai sang pencipta. Bagi Rumi alam bukanlah benda mati, tetapi hidup, dan berkembang bahkan memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai dan dicintai, berkat sentuhan cinta Tuhan, maka ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh energi kearah Tuhan sebagai yang Maha Baik dan Sempurna. Dan cintailah alam, niscaya alam pun akan memebrikan yang terbaik. Bagi Maulana, alam bukanlah makhluk mati akan tetapi hidup, berkembang bahkan memiliki kecerdasan sehingga mampu mencintai dan dicintai. Dalam salah satu syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan bumi seperti pasangan suami-istri.
3.      Konsep Maulana Rumi tentang manusia
Manusia memilik posisi yang sangat istimewa baik kaitannya dengan alam maupun dengan Tuhan. Kaitannya dengan alam, Rumi memandang manusia adalah tujuan penciptaan alam, yakni sebagai tempat beribadah bagi manusia. Sedangkan kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Ajaran Jalaluddin Rumi lainnya yang sangat menarik tentang manusia adalah kebebasan memilih bagi manusia. Kebebasan memilih ini sangat penting bagi perkembangan dan aktualisasi diri manusia. Manusia terlahir dalam kedaan yang sempurna, melainkan lahir dengan sejuat potensi. Manusia perlu memiliki kebebasan memilih untuk mengaktualkan segala potensi yang dimilikinya itu. Denga kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya, sebagai Insan Kamil. Tetapi akan kebebasan yang sama pula, manusia memiliki resiko yang besar untuk menjadi makhluk yang terendah, kalau ia menghianati amanatnya, misalnya dengan menyalahgunakan kebebasannya untuk menuruti hawa nafsunya.
Selain itu manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau dengan kata lain mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang digunakan untuk tujuan itu. Ada pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal, dan pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).

C. Ciri Utama Tarekat Maulawiyah
            Yang membuat terkat ini beda adalah dakwah dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatya, tarekat Rumi di Barat dikenal dengan sebutan The Whirling Darvish (Para Darwis yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukunga eksternal terhadap upacara-upacara (ritual mereka).
            Sama’ dilembagakan oleh Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintain, yaitu Syamsuddin Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi.
            Bagian-bagian atau tahap-tahap dalam sama’ terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari Naat (sebuah puisi yang memuji Nabi Muhammad), Improvisasi ney (seruling) atau taksim dan “Lingkaran Sultan Walad”. Bagian kedua terdiri dari empat salam, musik instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan do’a. Inilah rinciannya:[7]
1.      Bagian Pertama
a.       Naat, yaitu semacam musik religius. Naat dalam musik Maulawi disusun oleh Buhuriz Musthafa ‘Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi Rumi.
b.      Taksim. Merupakan sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat keratif dari upacara Maulawi.
c.       Lingkaran atau Putaran Sultan Walad, ini disumbangsikan oleh putra sulung Maulana, yaitu Sultan Walad. Selama putaran ini para Darwish yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan pos (lokasi tempat pemimpin tekke atau pemimpin upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan “rahasia” dari yang satu kepada yang lain.
2.      Bagian kedua (empat salam), yaitu:
a.       Salam Pertama, melodi biasanya penjang dan irama yang digunakan biasanya disebut “putaran berjalan” atau Devr-i Revan. Bitnya adalah 14/8.
b.      Salam Kedua, pola irama dari salam ini disebut “Evfer” dan terdiri dari 9/8 bit.
c.       Salam Ketiga, dibagi kedalam dua bagian yang meliputi melodi dan irama. Bagian pertama disebut “putaran” atau the cyircle bitnya 28/4. Dan bagian yang kedua disebut “Yoruk semai” bitnya 6/8.
d.      Salam Keempat, pola irama ini juga “Efver” bitnya 9/8, yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan elastasi sehingga sang darwisy bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam dihubungkan melalui nyanyian. Pada bagian pertama dan kedua seleksi diambil dari Divan-i Syams atau Mastnawi, sedangkan pada bagian ketiga puisi mawlawi lain dinyanyikan.
3.      Musik Intrumental
Dengan berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai “Yuruk semai” kedua dalam pola-pola 6/8 adalah akhir dari upacara. Setelah seleksi instrumental ini ada taksim seruling. Kadang-kadang musik ini dapat dimainkan melalui alat musik petik (senar).
4.      Membaca Al-Qur’an dan Do’a
Setelah musik selesai, seorang hafidz di antara para penyanyi membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Sama’ terus berlangsung sampai bacaan Al-Qur’an dimulai. Ketika hafidz mulai membaca Al-Qur’an kemudian para penari tiba-tiba berhenti dan mundur ke pinggir ruangan dan duduk. Setelah ia selesai, kemudian pimpinan sama’ berdiri dan mulai berdo’a di depan sang syaikh, do’a ini biasanya ditunjukkan untuk kesehatan dan hidup sang sultan atau para penguasa negara.

D. Karya-Karya Tarekat Maulawiyah
            Beberapa karya-karya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan popularitas terhadap perkembangan dan popularitas Tarekat Maulawiyah, baik yang ditulis oleh Rumi sendiri, mauapun para pengikutnya.
            Karya utama Jalaluddin Rumi yaitu berjudul Mastnawi al-Ma’nawi atau Mastnawi Jalaluddin Rumi. Mastnawi merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi ke dalam enam kitab. Karya ini menyajikan ajaran-ajaran mistik Rumi dengan indah dan kreatif melalui anekdot, hadits-hadits Nabi, dongeng-dongeng dan kutipan-kutipan dari al-Qur’an.
            Rumi juga menulis Ghazal (puisi cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syamsuddin Tabrizi dan ditulis untuk mengenangnya. Dalam karya ini Rumi mengekspresikan penghormatannya kepada Syams, yang namanya dering dikutip dan disebut di akhir bait. Karya ini berisi 2500 orde mistik. Menurut Nasr karya ini mencakup juga beberapa syair yang paling indah dan karya dalam bahasa Persia, yang membicarakan fungsi pembimbing spiritual dan hubungan antara guru dan murid.
            Karya prosa yang berjudul Fihi Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “percakapan Rumi”. Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis oleh putra-putra sulungnya Sultan Walad.
            Ruba’iyat, yang berisi 1600 kuatern orisinil dan al-Maktubat, yang berisikan 145 surat yang ditunjukkan kepada para keluarga raja dan bangsawan di Konya.
            Manaqib al-‘Arifin (Legend of Sufis), yang dikarang oleh seorang murid cucu Rumi, yaitu Chelibi Emir ‘Arif yang bernama Syamsuddin Ahmad Aflaki. Karya ini berisi biografi dan anekdot-anekdot Rumi, dan tokoh-tokoh lain yang terkait dengan beliau dan tarekat Maulawiyah. Oleh karena itu, Manaqib al-‘Arifin sangat penting sebagai sumber informasi baik bagi kehidupan Rumi dan keluarganya, maupun bagi perkembangan Tarekat Maulawiyah itu sendiri.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi di Konya, setelah seorang darwisy yang menjadi gurunya meninggal. Karena terlalu cintanya pada sang guru kemudiam ia membuat sebuah puisi.
            Dalam hidupnya Rumi menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang lain, diantaranya: Mastnawi, Ghazal (puisi cinta) yang lebih dikenal dengan sebutan Divan-i Syams-i Tabriz (orde mistik Syams Tabriz), karya prosa yang berjudul Fihi Ma Fihi yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “percakapan Rumi”, Ruba’iyat yang berisi 1600 kuterm orisinil dan al-Maktubah, serta Manaqib al-‘Arifin (Legends of Suifis).
            Tarekat Maulawiyah lebih banyak berkembang di Amerika, sedangkan di Indonesia tarekat ini tidak terlalu dikenal. Ajarannya bersumber dari prinsip kerohanian yang termaktub dalam al-Qur’an. Dalam dunia modern ini dzikir yang sesuai dengan ajaran tarekat ini masih banyak menggunakan musik dan alunan-alunan Islam.
            Tarekat Maulawiyah berkembang dan tumbuh di daerah timur tengah hingga eropa bahkan sampai Amerika. Tarekat ini jarang dikenal di Indonesia, karena penyebarannya yang tidak sampai, hanya orang-orang yang memperdalam tentang Ilmu Tarekat yang mengetahuinya. Tarekat Maulawiyah besar dan masih eksis sampai sekarang, bahkan di Amerika tarekat ini, merupakan salah satu tarekat yang paling banyak penganutnya.



DASAR PUSTAKA

William, C. Chittick. 2008. Jalan Cinta Sang Sufi Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi. Yogyakarta: Qalam.
Jaiz, Ahmad Hartono. 2006. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Solo: Wacana Ilmiah Press.
Mulyati, Sri. 2004. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana
Mulyadhi, Kertanegara. 2006. Tarekat Maulawiyah Tarekat Kelahiran Turki. Surabaya: Gema Insani.





[1] Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004) h. 321
[2] Jaiz, Ahmad Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan (Solo: Wacana Ilmiah Press, 2006) h. 24
[3] Op. cit.Mulyani, Sri. h. 324
[4] Lihat Aflaki. Manaqib Al-‘Arifin, h. 20
[5] William, C. Chittick. Jalan Cinta Sang Sufi Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi (Yogyakarta: Qalam, Ed. Baru) cet 3
[6] Mulyadhi, Kertanegara. Tarekat Maulawiyah Tarekat Kelahiran Turki (Surabaya: Gema Insani, 2006) h. 329
[7] Op. cit. Mulyati, Sri. h. 344

Related Posts:

1 Response to "Makalah Tarekat Maulawiyah dan Ajarannya"

  1. assalamualaykum min ijin copy paste
    terima kasih ilmu pengetahuannya

    BalasHapus

About Me

Foto Saya
Nama Ikbal Amrulloh, lahir di kota Brebes pada tanggal 8 maret 1997. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan strata satu program study Pendidikan Agama Islam di IAIN Syekh nurjati, Cirebon lulus tahun 2019. Sekarang Penulis mengajar di SDN Cimohong 03.