Makalah Filsafat Islam Ar-Razi



A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam dunia filsafat secara khusus, melahirkan banyak tokoh-tokoh filsafat muslim yang banyak bergelut dengan dunia filsafat, kegiatan ilmu pengetahuan mencakup penerjemahan buku-buku filsafat Yunani yang kemudian dikembangkan tokoh filosofis muslim. Dengan dasar tersebut dapat dipahami adanya keterikatan antara filsafat Yunani dan filsafat Islam dalam hubungan pemikiran demikian pula dengan filsafat modern yang ada.
Misalnya filosof Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap pikirannya. Sehingga banyak teori-teori filosof Yunani diambil oleh filosof Islam. Kedatangan filosof Islam yang terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya  dan berguru pada filosof Yunani. Bahkan kita hidup pada abad ke-20 ini, banyak berguru pada orang Yunani dan Romawi, akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan mengutip, sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat Islam hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles atau lainnya. Akan tetapi Filsafat Islam telah mampu menampung dan mempertemukan berbagai aliran fikiran.
Para filosof Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filosof-filosof  lain. Sehingga lingkungan sangat berpengaruh terhadap pemikiran mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
Demikian pula adanya hubungan dengan fase-fase pemikiran manusia dan tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam merupakan sumber dari pemikiran klasik. Perpaduan pikiran tersebut diaktualisasikan dalam system dan gambaran sendiri dan memberikannya dengan label Islam.
Keunggulan khusus filsafat Islam dalam masalah pembagian cabangnya adalah mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun falak yang semuanya menjadi cabang filsafat Islam.
Para ulama Islam memikirkan suatu jalan filsafat ada yang lebih berani dan lebih pedas daripada pemikiran mereka yang dikenal dengan nama filosof Islam, dapat diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan tasauf banyak terdapat pikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti dari pada filosof-filosof Islam.
Oleh karena itu al-Razi merupakan filosof Muslim muncul pada abad ke-10 yang menggemparkan dunia pada masanya dengan falsafat lima kekalnya. Serta kritikannya yang mengatakan bahwa tidaklah masuk akal bahwa Tuhan mengutus para nabi, karena mereka banyak melakukan kemudharatan. Setiap bangsa percaya hanya kepada para nabinya, dan menolak keras yang lain yang mengakibatkan terjadinya banyak peperangan  keagamaan dan kebencian antar bangsa yang memeluk berbagai agama yang berbeda.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaiamana Biografi Al-Razi?
b. Apa sajakah  Tulisan atau karya Al-Razi?
c. Bagaimana  Pemikiran Filsafat Al-Razi?
3. Tujuan Penulisan
a. Menambah wawasan mahasiswa terhadap kefilsafatan dunia islam
b. Mampu memahami pemikiran Al-Razi dengan baik
c. Mampu membedakan beberapa tokoh filsafat



B. BIOGRAFI AR-RAZI
Gambar 1. Deskripsi Ar-Razi
Sumber: Wikipedia, Free Ensiklopedia
Filsuf muslim terkemuka yang muncul setelah Al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawi, dan pemikir bebas. Dalam wacana keilmuwan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 sya’ban 251-313 H/865-925 M.[1]
Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggil Al-Razi, yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhrudin Al-Razi dan Najmuddin Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya).
            Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain kecapi. Kemudian, ia menaruh pengaruh yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Menurut riwayat, ia menguasai betul musik, baik teori maupun praktik, dan dikatakan sebagai ahli alkemi (kimia kuno). Sebelum ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.[2]
            Sebenarnya ayahnya berharap agar Al-Razi mengikutinya sebagai pedagang. Oleh karena
[1] Zar Sirajuddin, Filsafat Islam (Filsosof & Filsafatnya), 113.
[2] Ibid, 114.
itu, ayahnya telah membekali diri Al-Razi dengan ilmu-ilmu perdagangan. Namun, kenyataannya Al-Razi lebih memilih bidang intelektual daripada pedagang. Hal ini, menurut Abdul Latif Muhammad Al-‘abd, merupakan indikasi bahwa ia memilih perkara-perkara yang lebih besar ketimbang hanya mementingkan materi belaka. Akan tetapi, ayahnya tidak pernah menghalanginya menjadi seorang intelektual. Hal ini juga dapat dijadikan bukti bahwa ayahnya sangat arif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
            Al-Razi terkenal sebagai dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, karena itu ia sering  memberikan pengobatan Cuma-Cuma kepada orang-orang miskin. Namun, ungkapan Abdul Latif Muhammad Al-‘abd terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi tidak memiliki harta sampai ia meninggal dunia.[3] Kenyataannya ia sering pulang pergi antara Baghdad dan Rayy. Hal ini menunjukkan bahwa ia masih mempunyai uang.
            Karena reputasinya di bidang kedokteran ini, Al-Razi pernah diangkat menjadi kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan gubernur Al-Mansur ibnu Ishaq. Kemudian ia pindah ke Baghdad dan memimpin rumah sakit disana pada masa khalifah Al-Muktafi.[4] Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota kelahirannya, kemudian ia berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lainnya. Akhirnya Al-Razi meninggal duni pada usia ke 60 tahun.
            Informasi yang dikemukakan Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya. Menurutnya Al-Razi berguru kepada Ali ibnu Rabban Al-Thabari, seorang dokter dan filosof. Padahal Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali ibnu Rabban Al-Thabari meninggal dunia. Menurut Al-Nadhim yang benar adalah Al-Razi belajar filsafat kepada Al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno.[5]
            Disiplin ilmu Al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Namun, ia lebih dikenal sebagai ahli kimia dan kedokteran dibanding dengan seorang filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca, inilah yang meneybabkan penglihatannya berangsur-berangsur melemah dan akhirnya buta total. Akan tetapi, ia menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan sia-sia belaka karena sebentar lagi ia akan meninggal.
[3] Ibid, 115.     
[4] Supriyadi Dedi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf dan Ajarannya), 68.
[5] Ibid, 69.
C. KARYA-KARYA TULIS AL-RAZI
            Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis sehingga tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya tulis. Dalam autobiografinya pernah ia katakan, bahwa ia telah menulis tidak kurang dari 200 buah karya tulis dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun menurut Ibnu Nadhim karya Al-Razi adalah 122 buku, 25 surat, dan satu makalah, jadi jumlah seluruhnya 148 buah.[6] Akan tetapi Ibnu Abi Usaibi’ah menyebutkan bahwa Al-Razi memiliki 236 karya buku, tetapi beberapa diantaranya tidak jelas pengarangnya.[7] Adapun karya tulisnya dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitab Al-Asrar yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang terbesar ialah Al-Hawi yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama di kalangan kedokteran  Eropa sampai abad ke 17 M.[8] Bukunya di bidang kedokteran ialah Al-Mansuri Libel Al-Mansoris 10 jilid disalin ke dalam berbagai bahasa barat sampai akhir abad 17 M. Adapun Kitab Al-Judar wa Al-Hasbah tulisannya yang berisikan analisis tentang penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diterjemahkan orang ke dalam berbagai bahasa barat dan terakhir kedalam bahasa Inggris tahun 1847 M, dan dianggap buku bacaan wajib ilmu kedokteran barat. Kemudian, buku karangan Al-Razi yang lainnya ialah:
1)      At-Thibb Ar-Ruhani (membahas banyak topik yang berkaitan dengan akhlak yang buruk, penyakit-penyakit jiwa, dan cara mengobatinya).
2)      Ash-Shirat Al-Falsafiyyah
3)      Amarat Iqbal Ad-Daulah
4)      Kitab Al-Ladzah
5)      Kitab Al-‘Ilm Al-Ilahi
6)      Maqalah fi Ma’bad Ath-Thabi’ah
7)      Al-Hawi fi Ath-Thibb
8)      Manshuri
9)      Kitab Sirr Al-Asrar
[6] M.M, Syarif, Para Filosof Muslim, 36
[7] Ibid, 71
[8] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, 17.
D. PEMIKIRAN ATAU FILSAFAT AL-RAZI
            Dasar filsafatnya tmpak dari pandangan Ar-Razi yang mengklaim bahwa praktik kedokteran itu bersandar pada filsafat, suatu praktik yang baik amat bergantung pada pemikiran yang bebas (filsafat). Ia menganggap filsafat bukan sekedar sarana bagi karya kedokteran, melainkan sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Karyanya, Ath-Thibb Ar-Ruhani, yang ditulis untuk Al-Manshur sebagai pelengkap Manshuri, mengikuti presiden Al-Kindi dalam memperlakukan etika sebagai sejenis pengobatan psikis atau psikologis klinis, suatu pendekatan yang nantinya digunakan oleh Gabirol dan Maimonides. Oleh karena itu, judulnya Spiritual Physick, seperti yang secara artifisial digunakan kembali oleh Arberry, pengobatan Spiritual atau Psikologis.
a. Filsafat Lima Kekal
            Secara umum, Filsafat Al-Razi dikenal dengan ajaran “Lima Kekal”, dalam bahasa arabnya sebagaimana tulisan Harun Nasution.[9]
الباري تعالى والنفس الكلية والهيولا الاولى والمكان المطلق والزمن المطلق
            Penjelasan tentang lima kekal, sebagaimana Al-Biruni mengatakan, Muhammad ibn Zakaria Al-Razi telah melaporkan kekekalan lima hal dari Yunano kuno, yaitu: Tuhan, Roh Universal, Materi Pertama, Ruang Mutlak dan Waktu Mutlak.
            Menurut Al-Razi dua dari lima yang Kekal itu hidup dan aktif: Allah dan Roh. Satu diantaranya tidak hidup dan pasif, yakni materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, yakni ruang dan masa.[10]
 Menurut Al-Razi Allah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan oleh Allah bukan dari yang tidak ada, tetapi bahan yang telah ada. Oleh karena itu, menurutnya alam semesta tidak qadim, baru, meskipun materi asalnya adalah qadim, sebab penciptaan disini  dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Penciptaan dari tiada menurut Al-Razi, tidak bisa dipertahankan secara logis. Pasalnya , dari satu sisi bahan alam yang tersusun dari tanah, udara, air, api dan benda-benda langit berasal dari materi pertama yang telah ada sejak zaman azali.
[9] Ibid, 73.
[10] Ibid, 117.



Pada sisi lain apabila Allah menciptakan alam dari tiada, tentu ia terikat pada penciptaan segala sesuatu dari tiada karena hal ini merupakan modus pembuatan yang paling sederhana dan cepat. Namun kenyataannya, penciptaan seperti itu suatu hal yang tidak mungkin.[11]
            Timbulnya doktrin yang kekal selain Allah, dalam filsafat Al-Razi ini, agaknya disebabkan filsafat adanya Allah yang merupakan sumber Yang Esa yang tetap. Namun demikian, kekalnya yang lain tidak sama dengan kekalnya Allah.
            Jiwa universal merupakan (sumber kekal yang kedua). Padanya terdapat daya yang hidup dan bergerak, sulit diketahui karena ia tanpa rupa. Tetapi karena ia dikuasai naluri untuk bersatu dengan (materi pertama), maka terjadilah pada dzatnya rupa yang dapat menerima fisik. Sementara itu, materi pertama tanpa fisik, Allah datang menolong roh dengan menciptakan alam  semesta termasuk tubuh manusia yang ditempati ruh.
            Begitu pula Allah menciptakan akal. Ia merupakan limpahan dari Allah. Tujuan penciptaannya untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik manuisa, bahwa tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya, bukan tempat kebahagiaan dan tempat abadi. Kesenangan dan kebahagiaan yang sebenarnya adalah melepaskan diri dari materi dengan jalan filsafat.
            Jiwa yang tidak dapat menyucikan dirinya dengan filsafat, ia akan tetap tinggal atau berkelana di dalam materi. Akan tetapi, apabila ia sudah bersih ia dapat kembali ke alam asalnya, saat itu alam hancur dan jiwa serta materi kembali kepada keadaannya semula.
            Perlu dijelaskan bahwa ruh menurut Ibnu Manzhur berarti jiwa, badan halus. Alasan yang dikemukakan ialah, roh berasal dari kata ra-wa-ha atau ra-ha yang berarti udara atau wangi. Jadi ruh adalah dzat yang halus sejenis udara.
            Materi pertama adalah Kekal (jauhar qadim). Ia disebut juga Materi mutlak, yang tidak lain adalah atom-atom yang tidak bisa dibagi-bagi. Pendapat Al-Razi seperti ini mengesankan mirip dengan Demokritos, namun pendapatnya jelas berbeda.
            Untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi pertama, Al-Razi memajukan dua argumen. Pertama, adanya penciptaan mengharuskan adanya pencipta. Materi yang diciptakan oleh pencipta yang kekal tentu kekal pula. Kedua, ketidakmungkinan penciptaan dari craetio ex nihilo. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa alam diciptakan Allah dari
[11] Majid Fakhry, Ibid, 157.


Bahan yang sudah ada, yakni materi pertama yang telah ada sejak zaman azali.
            Telah disebutkan bahwa materi bersifat kekal karena ia menempati ruang, maka ruang juga kekal. Ruang dipahami oleh Al-Razi sebagai kosep yang abtrak, yang berbeda denga Aristoteles yang menyatakan “tempat” tidak bisa dipisahkan secara logis dari tubuh yang menempatinya. Oleh sebab itu, ruang menurut Al-Razi dapat dibedakan menjadi dua macam: Ruang Particular dan Ruang Universal. Ruang yang pertama terbatas dan terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya. Ruang tersebut tidak akan ada tanpa adanya maujud sehingga ia tidak bisa dipahami secara terpiasah dengan maujud. Sementara yang kedua tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas. Ruang, bagi Al-Razi bisa saja berisi wujud atau yang bukan wujud karena kehampaan bisa saja terjadi. Sebagai bukti ketidakterbatasaan ruang, Al-Razi mengatakan bahwa wujud (tubuh) memrlukan ruang dan ia tidak mungkin ada tanpa adanya ruang, tetapi ruang bisa ada tanpa adanya wujud tersebut. Ruang universal ini sering juga disebut Al-Khala (kosong) dan ruang inilah yang dikatakan Al-Razi ruan yang kekal.[12]
            Sebagaimana ruang, waktu atau zaman juga dibedakan Al-Razi antara waktu mutlak (tak terbatas) dan ruang manshur (terbatas). Untuk yang pertama ia disebut dengan Al-Dahr, bersifat qadim dan substansinya yang bergerak atau mengalir. Sementara itu, waktu manshur adalah waktu yang berlandaskan pada pergerakan planet-planet, perjalanan bintang-nintang dan mentari. Waktu terbatas ini tidak ada, yang ia sebut dengan Al-Waqt.
            Dengan demikian, waktu mutlak atau absolut, menurut Al-Razi sudah ada sebelum adanya waktu terbatas ini terikat dengan gerakan bola bumi.
b. Filsafat Rasionalis
            Al-Razi adalah seorang rasionalis murni. Dalam bidang kedokteran study klinis yang dilakukannya telah menghasilkan metode yang kuat tentang penemuan berpijak pada observasi dan eksperimen. Akal, menurutnya adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, bahkan memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oelh karena itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya,


 
[12] M.M Syarif, Ibid, 445.


Pernyataan tersebut menempatkan Al-Razi sebagai rasionalis murni, yakni bahwa tiada tempat bagi wahyu atau intuisi mistis. Hanya akal logislah yang merupakan kriteria tunggal pengetahuan dan perilaku. Manusia dilahirkan dengan kemampuan yang sama untuk meraih pengetahuan. Hanya saja melalui pemupukan inilah, manusia menjadi berbeda. Ada yang menggunakannya untuk spekulasi atau belajar, ada yang mengabaikannya atau mengarahkan nya untuk kehidupan praktis.
Begitu juga dalam tulisan Harun Nasution, dikatakan bahwa Al-Razi adalah seorang filsuf muslim yang berani mengeluarkan pendapat-pendapatnya yang bertentangan dengan faham agama islam. Selanjutnya, Harun Nasution menyimpulkan dari gagasan-gagasan Al-Razi tersebut, seperti:
a) Tidak percaya terhadap wahyu
b) Al-qur’an bukan wahyu atau mukjizat
c) Tidak percaya pada nabi-nabi
d) Tidak percaya adanya hal-hal yang kekal selain dari Allah.
            Perlu ditegaskan bahwa tuduhan-tuduhan itu berasal dari lawan debatnya yaitu Abu Hatim Al-Razi, tokoh syi’ah Islamiyyah. Oleh karena itu, beralasan apa yang dikemukakan oleh Abdul Latif Muhammad Al-‘Abd, bahwa tuduhan-tuduhan tersebut amat ganjil, bahkan ia nilai mengandung sentimen.[13] Hal ini lumrah terjadi bahkan orang yang kalah berusaha memojokkan lawannya agar dibenci pula oleh orang lain.
            Dalam kitabnya At-Thibb al-Ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa Al-Razi mengingkari kenabian atau agama, bahkan sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama dan berpegang teguh kepadanya agar mendapat kenikmatan di akhirat berupa surga dan mendapat keuntungan berupa ridho Allah.



 

[13] Ibid, 123.


Adapun lebih detailnya, bahwa Al-Razi bukanlah filsuf muslim yang mengingkari ajaran agama islam, seperti yang dikuti dari kitabnya At-Thibb al-Ruhani, sebagai berikut:
“Mengendalikan hawa nafsu adalah wajib bagi menurut semua rasio, menurut semua orang berakal dan menurut semua agama dan wajiblah manusia yang baik, yang utama yang sempurna menunaikan apa yang diwajibkan agama benar kepadanya, tidak takut pada kematian. Karena agama yang benar itu, sungguh telah menjanjikan kepadanya kemenagan, ketentraman dan masuk ke dalam kenikmatan yang terus menerus.”[14]
            Al-Razi juga mengakui kenabian sebagaimana ia nyatakan dalam kitabnya bahwa “Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada ciptaan-Nya yang terbaik. Nabi Muhammad dan keluarganya dan semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada Sayyid kita, dan penolong di hari kiamat, Muhammad semoga Allah melimpahkan kepadanya shalawat dan salam yng banyak selamanya.”
            Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Al-Razi adalah seorang yang Rasionalis dengan religius bukan rasionalis dengan libera, karena Al-Razi masih mengakui dan mendasarkan logikanya kepada agama dan kewahyuan.










 
[14] Al-Razi, At-Thibb al-Ruhani, 98.
E. KESIMPULAN
Nama lengkap Ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi. Dalam wacana keilmuan Barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Beliau dilahirkan di Ravy, di propinsi khurasan di sebuah kota tua yang dulu bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 sya’ban 251M/865M.
Karyanya:
Karya tulisnya dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitab al-Asrar yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang terbesar ialah al-Hawi yang merupakan ensiklopediilmu kedokteran, diterjemahkan kedalam bahasa Latin dengan judul Continens yang tersbar luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad ke-17. Kitab al-Judar wa al-Hasbah tulisannya yang berisikan analisis tentang penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diterjemahkan orang kedalam berbagai bahasa barat dan terakhir ke dalam bahasa Inggris tahun 1847 M, dan dianggap buku bacaan wajib Ilmu kedokteran barat.
Filsafatnya:
1.    Lima Kekal (kadim)
2.    Akal, Kenabian dan Wahyu



DAFTAR PUSTAKA

Al-Razi.1978. Al-Thibb Al-Ruhani. Kairo: Maktabah al-Nahdat al-Mishriyyah.
Fakhry, Madjid. 1986. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya.
Maftukhin. 2012. Filsafat Islam. Yogyakarta: Teras.
M.M. Syarif. 1993. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan. Cet 3
Sudarsono. 2010. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf dan Ajarannya). Bandung: Pustaka Setia.
Zar, Sirajuddin. 2012. Filsafat Islam (Filosof & Filsafatnya). Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Related Posts:

0 Response to "Makalah Filsafat Islam Ar-Razi"

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Nama Ikbal Amrulloh, lahir di kota Brebes pada tanggal 8 maret 1997. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan strata satu program study Pendidikan Agama Islam di IAIN Syekh nurjati, Cirebon lulus tahun 2019. Sekarang Penulis mengajar di SDN Cimohong 03.